Sebuah kisah nyata ini membuatku sadar
bahwa Allah Subhana wa ta'ala memberi kemenangan kepada kita, salah satunya ketika memiliki keikhlasan dalam mencegah kemudharatan.
Pertengahan Juni 2005. Seorang Ustadzah menangis mendengar ucapan Santriwati-nya saat keduanya terlibat dalam pembicaraan yang teramat serius. Sebuah pembicaraan dengan tema tak lazim untuk kebanyakan orang.
Ustadzah: "Banyak cara lain untuk masuk Surga, Nak. Kenapa harus dengan cara ini?" ( Sang Ustadzah tersedu). "Apakah ada masalah dengan suami?".
Santriwati: "Kenapa Ummi? Alhamdulillah ana dengan suami baik-baik saja. Ana hanya tidak tega melihat seorang akhwat menyimpan hati pada suami ana".
Sang Santriwati justru
kebalikannya. Ia berucap dengan ringan.
Santriwati: "Ummi masuk syurga memang tidak mudah. Mungkin dengan memberikan izin suami menikahi akhwat itu, Ana dapat membantu meringkankan perasaannya. Dan, semoga itu menjadi salah satu asybab jalan ke Surga- Nya". "Ummi, Ana sudah ajak akhwat itu menginap di rumah ketika suami pergi muqhoyyam" lanjut Sang Santriwati.
Sang Ustadzah terus terisak menangis penuh haru mendengar cerita Santriwatinya.
Santriwati: "Tidak usah sedih, Ummi. Insha Allah ana dah ikhlas. Selama 2 bulan ini ana, suami, dan anak-anak sering mengajak akhwat ini jalan, makan bersama, belanja, bahkan rihlah. Beliau sudah sangat kenal dengan anak-anak kami" dengan bersemangat Sang Santriwati mengisahkan apa yang sudah dilakukannya.
Ustadzah: "Ummi bukannya sedih. Ummi justru terharu dan salut dengan cara Uhkti menyikapi keadaan ini. Ummi belum bisa seperti ukhti. Ummi malu." Sang Ustadzah kembali menundukan kepada.
Tak kuat menahan keharuan yang
terus menyeruak di dadanya. Sang Ustadzah pun berbicara kembali.
Ustadzah: "Saran Ummi, Istikharah-lah perbanyak ibadah sunnah. Terus dekatkan diri pada Allah subhana wa ta'ala. Ummi bantu dengan do'a ya, Nak" lanjut Sang Ustadzah lirih.
Senja hadir di ufuk barat. Mengakhiri pembicaraan kedua insan beda pemikiran ini. Santriwati tadi berpamitan. Keduanya berpelukan. Menjadi isyarat orang-orang yang saling mencintai karena Allah ta'ala.
Sang Ustadzah jauh terhanyut dalam perenungannya. Ia sadari betul. Tak semua wanita seperti Santriwatinya
tadi. Dikala ia tahu ada wanita lain yang menyimpan perasaan cinta kepada suaminya, ia membukakan pintu
lebar-lebar. Ia justru memperlakukan wanita tersebut tak ubahnya seorang Ibu yang menyambut calon menantu.
tadi. Dikala ia tahu ada wanita lain yang menyimpan perasaan cinta kepada suaminya, ia membukakan pintu
lebar-lebar. Ia justru memperlakukan wanita tersebut tak ubahnya seorang Ibu yang menyambut calon menantu.
Sambutan penuh sadar, bahwa apa yang dilakukannya dapat menghindarkan wanita itu dari hal-hal yang penuh kemudharatan.
"Ini keikhlasan tiada tara. Ini keikhlasan untuk ridha dan surga-Nya. Semoga, Nak" Sang Ustadzah membatin.
***
Cerita ini terus bergulir dari waktu ke waktu. Sang Ustadzah terus menanyakan kesungguhan Santriwatinya. Pun Sang Santriwati tak bergeming dengan pilihannya. Meski ia sadar, apa pun yang diinginkannya harus berdasarkan persetujuan banyak pihak. Ya, seperti yang dibayangkan. Banyak orang yang menentangnya, bahkan tak sedikit yang menganggap buah pikirnya adalah keniscayaan. Mustahil, terlalu mengada-ada, dan lain sebagainya.
Namun Sang Santriwati ternyata tetap dengan pendiriannya. Suatu waktu ia pergi menemui keluarga Sang Akhwat. Ia meminang wanita itu. Bukan untuk orang lain, melainkan untuk suaminya sendiri!
No comments:
Post a Comment